Halaman

Kamis, 26 Januari 2012

Pilpres 2014 dan Kritikan Pedas MetroTV

Sentilan Sentilan episode 16 Januari 2012 pukul 22.30 WIB mengangkat WC 2 Milyar DPR sebagai tema mereka. Dua orang pemeran utama, Butet Kertarajasa sebagai pembantu dan Slamet Raharjo sebagai 'ndoro' majikan. Ditemani oleh dua bintang tamu, Arswendo Atmowiloto sebagai anggota DPR-RI gadungan dan Mucle sebagai pakar pembuat WC. Kritik yang dibalut dengan humor memang merupakan bumbu utama dari acara ini. Misalnya saja Butet yang berjenaka dengan mengatakan bahwa WC 2Milyar ini nantinya akan menjadi WC Nasional, mengikuti demam Esemka yang diplot akan menjadi Mobil Nasional. Dia bilang nantinya DPR-RI akan memasyarakatkan WC dan mem-WC-kan masyarakat. Dan banyak lagi lontarak kritik dari para pengisi acara.

Sentilan Sentilun merupakan satu dari sekian banyak acara MetroTV yang bernuansa sama, yaitu kritikan terhadap kinerja pemerintah sekarang. Kerapkali kritikan yang mereka lontarkan pun cukup pedas dan vulgar. Contoh nyatanya yang pada kutipan acara Sentilan Sentilun diatas. Editorial Media Indonesia pun memiliki nuansa sama. Acara yang biasa dipandu oleh Aviani Malik dan Cheryl Tanzil ini biasanya akan membahas satu isu tertentu untuk kemudian dikritik. Sebelum mulai, biasanya akan diputar satu video klip mengenai isu yang akan dibahas. (You can watch one video by click this text). Video ini diputar dengan narator yang atraktif. Entah deskripsi seperti apa yang cukup untuk mengganti kata atraktif. Yang pasti gaya bicara, intonasi, kecepatan suara, kosakata dan tata bahasa cukup unik. Acara ini juga membuka interaksi langsung dengan audiens yaitu melalui line telepon dan SMS. Biasanya SMS yang masuk akan ditampilkan pada layar. Dan SMS-SMS tersebut pun tidak lain dan tidak bukan, mengkritik kinerja pemerintah. Beberapa isu yang diangkat adalah Rosa (Mindo Rosalina Manulang) Menyingkap Tabir (17 Jan 2012), Negeri AutoPilot (16 Jan 2012), Ancaman Untuk Rosa (14 Jan 2012) dan Ruang Rapat Banggar DPR (13 Jan 2012). Acara lainnya adalah Provocative Proactive yang mengincar anak muda sebagai segmentasi.

Berbagai macam kritik yang dilontarkan MetroTV setidaknya sesuai dengan fungsi media massa dari Harold Lasswell, yaitu surveillance, interpretation and linkage. Industri Media berperan sebagai kamera pengintai bagi kinerja pemerintah yang kemudian dipersembahkan melalui media sebagai hasil interpretasi mereka. Namun tidak hanya itu, dari fenomena MetroTV ini kita dapat melihat peran Hegemony media. Metro TV berupaya menanamkan kerangka berpikir tertentu kepada audiens mereka. Kritik, kritik dan kritik. Mungkin itulah ideologi yang coba mereka sampaikan. Pagi hari, ketika anda menonton MetroTV, acara Editorial Media Indonesia sudah menanti. Disusul dengan Eight to Eleven Show. Sore hari anda akan disuguhkan acara Metro Realitas, Metro Hari Ini, sampai pada Suara Anda.

 Geliat MetroTV dalam mengkritik pemerintah ini tentu tidak terlepas dari owner mereka yaitu Surya Dharma Paloh. Manta politisi partai Golkar ini merupakan pemilik Media Group yang menaungi 3 media massa, yaitu Metro TV, Media Indonesia dan Lampung Post. Gerak-gerik Surya Paloh di industri media memang sudah cukup lama. Sempat mendirikan Harian Prioritas yang akhirnya SIUPP-nya dicabut oleh pemerintah karena alasan melanggar kode etik jurnalistik. Sampai akhirnya pada tahun 2000 mendirikan MetroTV.

Memposisikan diri sebagai pemilik, tentu ada keunggulan tersendiri. Posisi pemilik berada diatas semua jajaran direksi serta editorial. Sebagai bagian dari kelompok oposisi dari pemerintah yang berjalan sekarang (SBY-Boediono) tentu Surya Paloh memiliki 'gereget' tersendiri terhadap kinerja pemerintah. Dan seakan-akan MetroTV dirasuki oleh ruh Surya Paloh.

Tapi, belakangan ini Sang Pemilik memiliki kesibukan lain yang nampaknya cukup menyita waktu. YA, saat ini Surya Paloh sedang sibuk dengan Partai Nasional Demokrat. Partai yang belum lama berdiri ini, megusung Gerakan Perubahan sebagai tagline. Iklan-iklan yang muncul di televisi pun selalu bertemakan perubahan. Apakah pendirian partai ini berkaitan dengan Pilpres 2014? hmm... let see.

Pilpres 2009 lalu, nama Surya Paloh ini memang tidak termasuk dalam 3 pasangan capres-cawapres. Surya Paloh dikalahkan oleh Jusuf Kalla sebagai perwakilan Golkar yang berpasangan dengan Wiranto. Nampaknya ada sedikit rasa sakit hati dari pahitnya masa lalu yang kelam. Dan pilpres 2014 menjadi ajang pembuktian Paloh dikancah politik negeri ini. Bukan suatu hal yang baru kalo pendiri, ketua umum atau petinggi partai kemudian maju atau dicalonkan sebagai Calon Presiden. SBY, yang memotori pendirian Partai Demokrat. Jusuf Kalla, ketua umum Golkar dan Capres 2009. Wiranto, -meskipun sedikit nekat- berpasangan dengan Jusuf Kalla. Megawati dan Prabowo pun keduanya petinggi parta (PDIP dan Gerindra).

Seandainya Surya Paloh maju sebagai Capres atau Cawapres 2014 nanti, apakah pola kritikan MetroTV akan berubah? atau katakanlah Surya Paloh terpilih menjadi presiden 2014-2019 nanti, apakah MetroTV mengkritik pemerintah sang bos besar? Belum lagi, ada nama Hary Tanoesoedibjo - pemilik MNC Group- yang notabene telah menjadi raja media tanah air.

Fenomena ini semakin menarik untuk disimak. Nampaknya akan terjadi beberapa peristiwa unik terkait media ownership. "Form of ownership inevitably has an influence on content" (McQuail, 2010 hal. 228). Bentuk kepemilikan media akan mempengaruhi kandungan pesan media. Itu memang sudah tejadi. Berita mengenai kegiatan Partai Nasdem (yang bagus-bagus) sering dimuat di MetroTV, berita mengenai Partai Golkar (juga yang bagus-bagus) sering disiarkan di TVOne.

Huh... sangat tidak kalo nanti MetroTV yang terkenal "kejam", lantas menjadi "lembek". Saya harap, MetroTV tetap profesional dan tidak mengubah "core" bisnis mereka, kritik pemerintah.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar