Halaman

Minggu, 25 September 2011

Manajemen Hubungan Industrial dan Public Relations

Pendahuluan
Definisi Public Relations (Humas) menurut British Institute of Public Relations (dalam Jefkins : 1996) adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan  dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Dari definisi tersebut terdapat dua point yang dapat menjadi kajian utama Public Relations, yaitu merupakan suatu proses komunikasi yang terencana serta menciptakan dan memelihara niat baik.
Saat ini terdapat salah kaprah terhadap profesi kehumasan yang sudah banyak terjadi. Banyak pihak yang terlalu merendahkan profesi humas. Kasusnya mungkin sudah sering kita lihat. Misalnya saja pada kantor-kantor pemerintahan yang mempekerjakan karyawan pada posisi humas. Namun tugas dan fungsinya hanya sebagai juru bicara. ini tentu jauh dari harapan profesi humas yang tercermin dari definisi tersebut.
Ada satu lagi salah kaprah, namun yang ini sedikit modern. Banyak perusahaan besar mempekerjakan wanita cantik, menawan, bertubuh seksi dan pandai bergaul sebagai pegawai Humas. Hal ini memang cukup beralasan, siapa yang enggan berhubungan baik dengan pegawai Public Relations seperti itu? Namun, lagi-lagi ini merendahkan profesi humas. Kepiawaian pegawai humas tidak hanya terukur pada penampilan luar. Praktisi humas harus mampu menguasai berbagai macam teknik, bentuk dan media komunikasi. Karena pada dasarnya humas merupakan keseluruhan dari aktivitas komunikasi. Seorang pegawai humas harus mampu merencanakan komunikasi melalui media, komunikasi internal, menjalin hubungan dengan pemerintah, lembaga penekan (pressure group), karyawan dan khalayak lainnya. Dengan kata lain, pegawai humas tidak hanya sebagai penjual (juru bicara) tetapi juga sebagai pembuat produk (perencana komunikasi).
Setidaknya ada empat alat yang biasa digunakan praktisi humas. Masing-masing alat ini dapat memainkan peranan yang amat penting dan vital dalam situasi tertentu. Alat-alat tersebut adalah advertising (periklanan), lobbying, press agentry dan publicity (publisitas) dengan rincian sebagai berikut (Moore : 2005):
a)      Advertising. Berbeda dengan publisitas, para ahli periklanan mengontrol isi, penermpatan dan timing dengan membayar media utnuk mendapatkan waktu dan ruang penempatan iklannya. Meskipun publisitas dan periklanan adalah komunikasi melalui media, periklanan mempunyai kontrol atas isi dan penempatan.
b)      Lobbying. Usaha untuk mempengaruhi pemberian suara para pembuat undang-undang. Ini merupakan langkah PR yang masih menuai banyak kontroversi karena dipandang sebagai usaha memanipulasi pemerintah demi kepentingan sendiri. Namun upaya lobbying ini dapat diperhalus dengan menggerakkan massa untuk memengaruhi suatu kasus, yang sering disebut dengan lobi akar rumput.
c)      Press agentry. Promosi tentang seseorang atau organisasi dengan  mencapai publisitas yang menyenangkan pada media.
d)     Publicity. Merupakan informasi yang disediakan oleh sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu memiliki nilai berita. Metode penempatan pesan di media ini adalah metode yang tidak terkendali. Hal ini dikarenakan oleh sumber informasi yang tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut.
Ruang lingkup profesi humas tidak akan jauh dari citra, karena inilah yang dikomunikasikan oleh pegawai humas. Citra adalah bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, komite, atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan aktif, pelanggan potensial, banker, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan (Katz dalam Ardianto : 2008).

Komunikasi Humas
Definisi komunikasi telah berkembang sangat pesat dan memiliki banyak sudut pandang. Dalam istilah yang sederhana, komunikasi adalah proses penyampaian dan pengertian antar individu. Semua masyarakat manusia dilandasi kapasitas manusia untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang lainnya. Komunikasi menunjukkan suatu proses khas yang memungkinkan interaksi antarmanusia dan menyebabkan individu-individu menjadi makhluk sosial.
Komunikasi humas merupakan suatu proses yang mencakup suatu pertukaran fakta, pandangan, dan gagasan di antara suatu bisnis atau organisasi tanpa laba dengan publiknya untuk mencapai saling pengertian. Ada tiga butir penting yang perlu dipertimbangkan : pertama, komunikasi harus melibatkan dua orang atau lebih. Kedua, komunikasi merupakan pertukaran informasi yang bersifat dua arah. Dan ketiga, mengandung pemahaman.
Sebuah pengumuman yang dipasang di papan pengumuman bukan merupakan komunikasi. Bila pengumuman tadi telah dibaca, dimengerti dan ditanggapi maka pengumuman tersebut merupakan komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif jika suatu gagasan dapat berpindah dari benak seseorang ke benak orang lainnya.
Moore (2005) membagi jenis komunikasi humas kedalam dua jenis, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal menunjukkan adanya pertukaran informasi antara manajemen organisasi dengan publik internalnya –yaitu para karyawan. Komunikasi ekternal adalah pertukaran informasi antara manajemen dengan publik eksternal –yaitu pelanggan, masyarakat sekitar, pemasok, pengedar, lembaga pemerintah, dan lain-lain.

Pembinaan Hubungan Baik dengan Karyawan
Moore (2005) menyatakan bahwa landasan bagi hubungan karyawan yang baik adalah sebagai berikut:
1)      Memberikan pekerjaan yang teratur,
2)      Kondisi pekerjaan yang baik,
3)      Upah memadai,
4)      Kesempatan memperoleh kemajuan,
5)      Penghargaan terhadap prestasi,
6)      Pengawasan yang baik,
7)      Kesempatan mengemukakan pendapat.
Landasan-landasan tersebut dapat ditempuh dengan sistem manajemen terbuka (open management). Dengan sistem manajemen terbuka, arus lalu lintas komunikasi antara karyawan dengan pimpinan akan lebih padat dan lancar. Pihak pimpinan tidak boleh lagi memandang karyawan sebagai mesin/robot yang hanya cukup dengan perintah, tapi juga harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kehendak, kepuasan kerja, keluhan dan lain-lain.
Ruslan (2006) menyatakan bahwa hubungan kepegawaian (employee relations) tidak dilihat dalam pengertian yang sempit, yaitu sama dengan hubungan industrial yang hanya menekankan pada proses “produksi” dan upah. Hubungan tersebut lebih dipengaruhi oleh hubungan komunikasi internal antara karyawan dengan karyawan, dan hubungan antara karyawan dengan manajemen.
Dengan diberlakukannya manajemen terbuka, produktivitas perusahaan akan meningkat –secara kualitas ataupun kuantitas. Pencapaian produktivitas itu bukan hanya merupakan hasil kerja keras dari pihak pekerjanya, tetapi juga berkaitan dengan hasil motivasi dan prestasi para pekerja yang bersedia dengan penuh semangat, memiliki kebanggaan, berdisiplin tinggi serta mampu mencapai pencapaian kerja yang efektif dan efisien.
Menurut Alvie Smith (dalam Cutlip, Center dan Broom : 2009) ada dua faktor yang mempengaruhi komunikasi internal dengan karyawan dan menambah rasa hormat manajemen terhadap salah satu fungsi humas:
1)      Manfaat dari pemahaman, teamwork, dan komitmen karyawan dalam mencapai hasil yang diinginkan. Aspek positif perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi internal yang efektif di seluruh organisasi.
2)      Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manajer yang kuat, yang membuat setiap supervisor di semua level dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan karyawannya. Kebutuhan ini lebih dari sekadar menciptakan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan tetapi juga harus memuat informasi bisnis dan isu publik yang mempengaruhi organisasi secara keseluruhan.
Bentuk komunikasi dua arah yang terjalin secara efektif dipercaya dapat membebaskan karyawan untuk menyampaikan keinginan, kebutuhan serta keluhan. Dan komunikasi dua arah pun dapat menjadi saluran yang tepat bagi perusahaan untuk menyampaikan visi, misi dan beberapa kebijakan. Dengan cara ini maka kebutuhan karyawan dan kebutuhan manajemen akan menemukan titik terang demi efesiensi dan pencapaian tujuan organisasi.

Komunikasi Internal : Media Pembinaan Hubungan Baik dengan Karyawan
Seperti yang sudah saya jelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa industrial peace dapat dicapai dengan pembinaan hubungan baik antara pimpinan dengan karyawan,  yaitu dengan pemberlakuan manajemen terbuka. Komunikasi internal perusahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi dari manajemen kepada karyawan dan komunikasi karyawan kepada manajemen.
Komunikasi internal bentuk pertama dapat berupa pidato, sistem informasi melalui sms ataupun internet, rapat manajemen-karyawan, program televisi internal, majalah karyawan, papan pengumuman dan berbagai bentuk lainnya. Masing-masing tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Bentuk komunikasi lisan –pidato, rapat- lebih efektif untuk menyampaikan informasi yang cepat basi dan komunikasi cetak untuk menyampaikan informasi yang lebih komplek dan padat –seperti penyebaran budaya organisasi-.
Komunikasi dari karyawan kepada manajemen dapat berupa penelitian sikap karyawan, keluhan karyawan, partisipasi karyawan dalam acara-acara perusahaan ataupun percakapan informal dengan pengawas/pimpinan. Suatu kebijaksanaan manajemen terbuka memberi kesempatan kepada karyawan  untuk membicarakan kebijaksanaan  dan pelaksanaan perusahaan dengan manajemen. Keinginan dari sebagian pengawas/pimpinan untuk mendengarkan karyawan akan meningkatkan komunikasi dan pengertian.
Bentuk komunikasi yang dijalankan tentunya akan beragama pada setiap organisasi. Hal ini bergantung pada budaya organisasi tersebut. Bagi organisasi yang biasa menjalankan kegiatan operasionalnya dengan manajemen tertutup tentu harus merubah secara radikal budaya tersebut. Dan perubahan ini tentu bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan.
Budaya organisasi merupakan hal yang membedakan antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi mendefinisikan nilai dan norma  yang dipakai oleh pembuat  keputusan di dalam organiasi. Pandangan dan budaya organisasi mendefinisikan rentang tanggapan yang tersedia dalam situasi isu tertentu. meskipun seringkali tidak dibicarakan, budaya organisasi sangat mempengaruhi bagaimana perilaku didefinisikan dalam organisasi.


DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2008. Dasar-dasar Public Relations. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Jefkins, Frank. 1996. Public Relations : Edisi Keempat. Bandung : Penerbit Erlangga.
Moore, Frazier. 2005. Humas : Membangun Citra dengan Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2006. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi : Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Cutlip, Center dan Broom. 2009. Effective Public Relations. Jakarta : Prenada Media Grup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar