Halaman

Kamis, 06 Oktober 2011

Humas Pemerintah


Peranan humas di lingkungan pemerintahan sangat penting dalam membangun citra positif bangsa dan negara. Apalagi dewasa ini pemerintah tengah menghadapi berbagai persoalan kemasyarakatan yang mendasar. Upaya revitalisasi peranan kehumasan sangat penting dan menjadi tuntutan yang mendesak saat ini, wajib dilaksanakan di semua instansi pemerintah, sebagai momentum strategis untuk melakukan perubahan tatanan peranan kehumasan yang dapat bersinergi secara efektif.  Humas pemerintah selalu dituntut kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan perubahan lingkungan yang sangat cepat.
Sementara itu, diakui bila selama ini peran dan fungsi humas di lingkungan pemerintahan daerah masih sangat terbatas dan belum optimal. Alasannya karena keterbatasan kemampuan SDM dari para pejabat humas itu sendiri dalam penguasaan substansi tugas dan peran, kurangnya pejabat yang berkualifikasi kehumasan dari sisi  pemahaman tentang arti dan fungsi dari humas itu sendiri.
Dalam sebuah organisasi khususnya di lingkup pemerintahan daerah, humas memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Selain itu, sebagai sebuah kegiatan komunikasi, humas juga berfungsi sebagai jembatan untuk membangun suasana yang kondusif dalam kerangka ‘win-win solutions’, antar berbagai stakeholders organisasi, baik internal maupun eksternal dalam rangka membangun image atau citra dari organisasi pemerintah itu sendiri.
Peran dan fungsi humas pemerintah selama ini masih kalah kelas bila dibandingkan dengan public relations organisasi bisnis atau kalangan dunia usaha lainnya. Sadar bahwa humas memiliki peran yang semakin penting dan strategis, bupati mengharapkan agar aparatur kehumasan pemerintah sebisa mungkin lebih memperluas wawasan, pemahaman dan pengetahuan di seputar dunia kehumasan agar kinerja dan profesionalisme tugas pemerintahan dapat terlaksana dengan baik.

Humas Sebagai Penyambung Lidah
Istilah penyambung lidah kerap kali digunakan untuk menjelaskan suatu fungsi perantara antara satu pihak dengan yang lain. Nah, salah satu fungsi humas pemerintah adalah penyambung lidah antara pemerintah dengan beberapa pemangku (stakeholder) kepentingan pemerintah. Dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Permen PAN) nomor 8 tahun 2007, para pemangku kepentingan pemerintah terbagi kedalam enam kategori, yaitu kelompok media, kelompok internal, kelompok eksternal, kelompok lembaga, kelompok LSM dan kelompok lembaga tertentu (lembaga penyelenggara negara lain).
Pegawai humas pemerintah harus mampu memposisikan diri sebagai jembatan antara pemerintah dengan kelompok-kelompok tersebut. Memang jika ditilik lebih dalam lagi, tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara tugas dan tanggung jawab humas pemerintah dengan humas swasta. Dengan media massa pegawai humas harus mampu menjalin keeratan kerja. Realisasinya dapat berupa pertemuan rutin, penyedia bahan ataupun dalam bentuk hubungan informal. Media massa harus dipandang sebagai mitra kerja, bukan pesaing. Hal ini untuk menjalin hubungan saling menguntungkan diantara keduanya. Pegawai humas memiliki informasi yang butuh dipublikasikan, dan media massa memiliki saluran yang dapat difungsikan sebagai corong kepada masyarakat. Dengan adanya keeratan hubungan ini, diharapkan humas dapat memacu kinerja pemerintah yang sedang giat-giatnya membangun.
Sama dengan fungsi humas pada umumnya, humas pemerintah juga harus menjembatani hubungan pemerintah dengan pegawainya. Ini mungkin pekerjaan yang cukup sederhana. Pegawai humas harus mampu membuat kerangka kerja yang dapat membuat pegawai pemerintah (PNS) lainnya merasa betah dan di’manusia’kan. Perwujudan langkah kerja ini dapat meniru model hubugan internal yang biasa dilakukan di perusahaan/instansi swasta seperti adanya rapat berkala dengan pimpinan, kotak keluhan/saran, liburan bersama dan kegiatan lainnya.
Kelompok lain adalah kelompok eksternal. Kategori ini sebenarnya agak rancu. Karena biasanya ada penggolongan publik yang hanya digolongkan pada publik internal dan eksternal. Publik internal adalah karyawan perusahaan / instansi dan sisanya adalah kelompok eksternal. Namun, penggolongan publik eksternal yang dimaksud disini adalah masyarakat / komunitas masyarakat. Dan inilah publik yang semestinya mendapat perhatian serius dari pegawai humas pemerintah.
Para pegawai humas pemerintah harus mampu menciptakan suatu program kerja yang dapat menghubungkan masyarakat dengan pemerintah. Memang membutuhkan satu program tepat yang menjangkau seluruh masyarakat. Namun, bukan suatu hal yang tidak mungkin jumlah masyarakat yang cukup banyak itu dapat dijangkau oleh pegawai humas pemerintah. Untuk mencapai itu, biasanya yang dirangkul untuk diajak berdiskusi adalah para pemuka pendapat (opinion leaders). Metode ini memang cukup realistis untuk menjembatani pemerintah dengan masyarakat.
Kelompok lainnya adalah kelompok lembaga yang meliputi BUMN/BUMD, TNI dan POLRI. Berbagai lembaga ini diperlukan untuk menjadi katalis dalam usaha pembangunan daerah. Pada saat ini, pemerintah tidak bisa melakukan pembangunan seorang diri. Butuh bantuan dan dukungan dari berbagai elemen lain. Untuk kelompok publik ini, pegawai humas diharapkan dapat menjalin koordinasi masing-masing lembaga dengan pemerintah. Koordinasi yang baik akan memudahkan pemerintah untuk berdiskusi ataupun sosialisasi program kerja yang akan, sedang ataupun telah dilakukan. Metode ini juga cocok digunakan untuk kelompok lembaga selanjutnya yaitu kelompok lembaga tertentu, yaitu lembaga penyelenggara lainnya.
Kelompok terakhir adalah adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM sering kali menjadi mitra ataupun ‘pengganggu’ pemerintah dalam menjalankan program kerja. Tidak jarang LSM memposisikan diri sebagai pendamping pemerintah dalam menjalankan fungsi advokasi ataupun pengawas. Namun kerap kali LSM menjadi ‘pengganggu’ pemerintah. Kritik, masukan ataupun cercaan dari LSM sering disampaikan secara lantang. Cara yang ditempuh dapat dengan cara halus seperti mengadakan konferensi pers ataupun dengan cara kasar seperti unjuk rasa yang dapat memicu konflik ataupun kerusakan. Untuk kelompok yang satu ini, pegawai humas harus bekerja maksimal. Sebisa mungkin pegawai humas harus membina hubungan saling menguntungkan dengan LSM. Cara yang ditempuh dengan meminimalisir LSM yang sering menjadi ‘pengganggu’.

Humas Sebagai Pusat Informasi
Penguasaan informasi merupakan syarat mutlak bagi praktisi dalam mengemban tugasnya di dalam suatu organisasi, baik dalam hubungannya dengan pihak pimpinan, maupun dengan khalayak dalam, dan terlebih lagi dengan khalayak luar, informasi merupakan masukan yang harus dikuasai atau dimiliki.
Penguasaan informasi dapat dimulai dari kejelian mereka akan informasi ataupun beberapa fenomena yang memiliki nilai informasi. Sutabri (2005) menggolongkan informasi kedalam beberapa kategori, salah satunya adalah informasi berdasarkan dimensi waktu yaitu informasi masa lalu dan informasi masa kini. Informasi masa lalu biasanya sudah dikemas dalam bentuk arsip. Informasi ini bisa digunakan pegawai humas pemerintah untuk disebarkan dan digunakan sebagai bahan perencanaan program humas.
Informasi masa kini berupa agenda-agenda kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah. Namun, kecakapan yang dibutuhkan tidak hanya mengenali berdasarkan kategori tapi lebih kepada pengemasan informasi tersebut. Pasal 19 PermenPAN nomor 8 tahun 2007 menyebutkan bahwa website dapat digunakan sebagai media penyebaran informasi. Website hanyalah merupakan salah satu media, tapi pegawai humas juga harus mampu mengemas informasi dalam bentuk yang diperlukan pemangku kepentingan. Bentuk kerja ini dapat berupa penyediaan bahan untuk konferensi pers,  buku panduan program kerja, mailing list atau bentuk apapun.
Semua ini tidak terlepas dari upaya untuk mengubah perilaku khalayak melalui dua jenjang, yaitu transforming role dan socializing role. Yang pertama dimaksudkan untuk mengubah perilaku publik, sementara yang kedua adalah hasil yang dapat diperoleh.

Humas Pemerintah dan UU KIP
Undang-undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan tantangan tersendiri bagi humas pemerintah. Undang-undang merupakan perundangan yang cukup merepotkan para humas pemerintah. Biasanya, segala informasi yang ada di badan publik bersifat tertutup namun dengan munculnya peraturan ini, semuanya berbanding terbalik. Sekarang semuanya haruslah bersifat terbuka kecuali dokumen atau informasi yang dinyatakan rahasia.
Sebagai penyedia informasi publik seorang pegawai humas badan publik harus jeli terhadap informasi publik. Humas pemerintah dituntut untuk selalu menyediakan informasi jika atau pun tanpa diminta. Untuk itu pengetahuan pegawai humas tentang peraturan ini harus ditingkatkan.
Peraturan ini sebenarnya ada baiknya juga. Humas pemerintah memiliki kompetitor tetap yang selalu selangkah lebih maju, yaitu media massa. Media massa seharusnya menjadi mitra dari pegawai humas. Hal ini sudah ditegaskan dalam Permen PAN No 8 tahun 2007 bahwa media massa merupakan salah satu pemangku kepentingan humas pemerintah. Dan seharusnya humas pemerintah mampu memberikan segala informasi yang diminta oleh media massa.
Namun, justru yang nampak malah sebaliknya. Media massa dan humas pemerintah malah berlomba-lomba menyajikan informasi kepada masyarakat. Humas pemerintah –yang memang sudah salah satu tugasnya- menyajikan informasi kepada masyarakat tentang citra baik pemerintah. Media massa pun kerap kali melakukan hal sama, namun tidak jarang media massa lebih bersikap kritis terhadap kinerja aparat pemerintah.
Sikap kritis media massa memang sudah bukan hal yang mengejutkan. Seringkali pegawai humas pemerintah harus menetralisir keadaan. Dan inilah yang kerap kali menjadi hal yang sangat merepotkan para pegawai humas, yaitu terus menerus menjadi orang terdepan dalam mengklarifikasi berbagai kesalahan yang belum tentu dia lakukan. Pegawai humas harus mengklarifikasi mangkirnya para aparat negara yang masih dalam suasana mudik lebaran.
Oleh karena itu, -saya tekankan lagi- pegawai humas pemerintah harus jeli terhadap segala macam informasi. Pegawai humas pemerintah diberi tanggung jawab untuk mempertahankan citra pemerintah dan kemelut dengan mdia massa hanyalah salah satu contoh kecil dari berbagai kemelut yang biasa mereka hadapi.
Pada dasarnya peraturan ini mempermudah kinerja pegawai humas pemerintah. Dengan adanya undang-undang ini pegawai humas dapat memohon untuk mendapatkan kemudahan akses ke segala lini pemerintahan untuk mendapatkan informasi. Dengan kemudahan akses tersebut pegawai humas dapat lebih mempersiapkan strategi komunikasi yang dibutuhkan untuk penyampaian informasi kepada masyarakat.
Dengan adanya undang-undang ini juga, para pegawai humas pemerintah dituntut untuk lebih terampil lagi dalam mengolah informasi yang menjadi konsumsi publik. Tidak hanya berbicara, pegawai humas pemerintah juga harus memiliki keterampilan menulis. Pasal 19 Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara menyatakan bahwa website merupakan salah satu media komunikasi humas pemerintah.
Permbuatan website tentunya tidak hanya menuntut keterampilan yang bersifat teknis seperti teknik pembuatan website, tapi juga menuntut kemampuan konseptual dalam hal penataan informasi yang akan disajikan. Seperti jenis informasi yang akan ditampilkan di website dan mekanisme update.

Kesenjangan Besar Antara Teori dengan Kenyataan
Judul sub bahasan ini memang tepat untuk menggambarkan kenyataan yang terjadi. Berbagai panduan serta teori tentang humas pemerintah pun sudah tersedia banyak. Bahkan pegawai humas pun dipermudah lagi dengan tersedianya beberapa model humas perusahaan/instansi swasta yang dapat diadopsi. Namun, seringkali semua itu tidak dilirik oleh pegawai humas. Dan inilah masalah yang sebenarnya.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 8 tahun 2007 sudah sangat bagus untuk diterapkan di humas pemerintah. Peraturan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan kerja, namun tidak jarang pegawai humas yang kebingungan tentang tugas dan fungsi humas itu sendiri. Tak jarang para pegawai humas memaknai pekerjaan humas sebagai ‘tukang kliping’ dan juru bicara.
Saya pernah beberapa kali mengunjungi instansi pemerintah dan fenomena yang saya temui pun cukup mengharukan. Posisi humas ini seringkali dianggap remeh. Posisi ini lebih banyak diisi oleh orang-orang yang memiliki pengetahuan sangat dangkal tentang tugas dan fungsi humas. Tidak sedikit dari mereka yang tidak memiliki latar belakang pendidikan kehumasan. Kelemahan ini sedikit tertutupi dengan beberapa latihan/training kehumasan yang diikuti, namun sangat sedikit. Karena pada umumnya mereka kesulitan menerapkan ilmu yang mereka dapat.
Kelemahan ini memang mengindikasikan adanya kesalahan dalam prosedur perekrutan sumber daya manusia. Pola perekrutan ini sebenarnya sudah diatur dengan jelas dalam Permenpan yang sudah sering saya sebutkan diatas. Namun, pada praktiknya memang banyak terdapat celah yang merusak citra pegawai humas itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Jefkins, Frank. 2005. Public Relations. Jakarta : Penerbit Erlangga
Sutabri, Tata. 2005. Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta : Penerbit Andi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar