Halaman

Selasa, 01 Februari 2011

Andai Saya Menjadi Praktisi Media

Awalnya seh tulisan ini ga saya niatkan untuk jadi artikel blog ini. Tapi berhubung saya masih mengalami kesulitan meneruskan artikel Kisruh APBD ya..ga papa lah untuk mengisi kekosongan sementara. Artikel ini sebenarnya tugas kuliah dari dosen saya. Pertanyaan dari dosen itu sebenarnya simpel, andai saya menjadi praktisi media kebijakan apa yang akan saya buat. Dari pertanyaan itulah pada akhirnya saya menelusuri beberapa rujukan untuk membuat kebijakan media. 

langsung aja baca mimpi saya yang berandai-andai menjadi pemilik stasiun televisi swasta di Indonesia....



Praktisi dapat diartikan sebagai pelaksana. Praktisi bisnis artinya orang yang melaksanakan bisnis, melakukan proses perdagangan yang melibatkan adanya transaksi ekonomi. Praktisi bisnis seperti pedagang, pemasok, produsen ataupun perantara. Praktisi IT (Information Technology) diartikan sebagai pelaksana IT seperti web designer, programmer dan profesi serupa lainnya. Praktisi media berarti pelaksana media. Pelaksana media dapat diartikan sebagai orang yang berkutat dalam hal produksi pesan pada media, seleksi ataupun pemiliki organisasi media massa. Lebih spesifik lagi, praktisi media dapat kita rujuk kepada wartawan, produser, sutradara, editor film atau majalah, kamerawan serta pemilik.

Jika diberi kebebasan untuk memilih menjadi praktisi media, saya akan memilih menjadi pemilik stasiun televisi. Dalam melaksanakan tugas, tentu saya harus berpedoman kepada undang-undang yang berlaku serta pehamaman akan peran media di tengah kehidupan bermasyarakat. Salah satu pedoman adalah Undang-undang No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pasal 5 undang-undang ini menyebutkan bahwa penyiaran diarahkan untuk : (1) menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (2) menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa, (3) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (4) menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, (5) meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional, (6) menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup, (7) mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran, (8) mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi, (9) memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab, (10) memajukan kebudayaan nasional.

Selain itu, Dominick (2002) menyebutkan beberapa peran media yang dapat dijadikan acuan untuk membuat kebijakan. Peran tersebut antara lain adalah media sebagai pengawas (surveillance). Peran ini merujuk kepada program berita ataupun nilai informasi dari pesan yang disiarkan. Peran ini dibagi lagi menjadi peringatan (warning) dan pengawasan instrumental (instrumental beware).

Fungsi peringatan dapat dilakukan dengan cara memberitakan hal-hal yang dianggap penting, darurat dan menyangkut nyawa banyak orang. Berita mengenai letusan Gunung Merapi beberapa waktu lalu merupakan salah satu contoh dari fungsi ini. Media memberikan peringatan dini untuk mencegah bahaya yang lebih besar melanda umat manusia. Media cetak juga dapat memiliki peran seperti ini. Misalnya saja pada waktu kampanye 3M (mengubur, menguras dan menutup) untuk mencegah penyebaran nyamuk demam berdarah. Kelebihan media cetak dalam menyampaikan pesan yang bersifat instruksi merupakan suatu keutamaan dimana media cetak lebih ampuh menyampaikan kampanye 3M. Pengawasan instrumental lebih kepada penyampaian pesan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya saja berita mengenai produk baru, harga-harga kebutuhan pokok, film terbaru dan berita sejenis lainnya.

Peran kedua adalah perpindahan nilai-nilai kehidupan (transmission of values). Peran ini lebih dikenal dengan fungsi sosialisasi. Media massa dapat berperan sebagai arena pembelajaran nilai-nilai yang dianut oleh sebuah masyarakat. Media menyorot, mengawasi dan menyampaiakan pesan yang mengandung nilai yang dianggap penting dalam sebuah masyarakat massa. Dalam iklan sabun cuci ataupun bumbu masak kita lebih sering melihat perempuan yang menjadi bintang iklan. Itu mengindikasikan nilai perempuanlah yang bertugas mencuci baju dan memasak di dalam sebuah keluarga.

Tidak hanya itu, nilai “cantik” yang melekat pada sebuah diri perempuan pun dapat kita pelajari dari media massa. Perempuan cantik digambarkan sebagai sosok yang memiliki tubuh langsing, rambut hitam lebat, kulit putih mulus. Potret yang digambarkan ini seringkali dipelajari oleh khalayak sebagai suatu nilai.

Peran ketiga adalah hiburan. Televisi, film serta lagu merupakan contoh media massa yang ditujukan untuk hiburan. Sinetron yang ditayangkan pada malam hari, dimana orang kebanyakan sedang beristirahat setelah seharian bekerja, ditujukan untuk menghibur para khalayak dengan untaian cerita. Acara komedia Opera Van Java pun diarahkan untuk fungsi hiburan. Ditayangkan pada jam 8 malam yang merupakan prime time yang memungkinkan orang banyak menonton.

Orang pergi ke bioskop juga untuk mendapatkan hiburan. Beramai-ramai pergi pada waktu luang atau akhir pecan merupakan salah satu contoh cara menghilangkan kepenatan. Menonton film yang dibintangi oleh aktor/aktris favorit setidaknya telah membuat mereka sedikit melupakan kejenuhan –dan tentunya terhibur. Begitu juga dengan lagu/musik. Hampir setiap pagi dapat kita saksikan acara yang menampilkan musik dan acara ini seringkali dikunjungi oleh banyak orang. Lihat saja bagaimana padatnya orang yang menonton acara Inbox (SCTV), Derings (TransTV) dan Dahsyat (RCTI). Studio ataupun tempat siaran mereka selalu dipadati oleh masyarakat yang ingin menikmati sajian khusus dari musisi favorit mereka.

Dari rincian pasal 5 pada Undang-undang No. 32 Tahun 2002 serta tiga peran media yang dijabarkan oleh Dominick, saya membuat kebijakan yang mencakup 4 hal, yaitu : perekrutan karyawan, produksi berita (news producing) dan muatan budaya lokal yang tinggi.


Perekrutan Karyawan
Karyawan dari stasiun televisi yang akan saya kelola merupakan ujung tombak perusahaan yang akan menentukan kualitas tayangan. Produser acara berita akan menentukan bagaimana kualitas berita yang ditayangkan. Berita ini sangat lekat dengan fungsi pengawasan yang sudah saya paparkan sebelumnya dan tentunya produser berita harus dapat membedakan kedua fungsi ini serta proporsi waktu yang tepat.

Tidak hanya berita, program secara umum juga haruslah dikendalikan oleh orang yang tepat. Orang ini harus mengerti arahan tayangan seperti yang tercantum pada pasal 5 undang-undang penyiaran. Tidak hanya produser berita dan manajer program melainkan semua karyawan harus memahami benar panduan-panduan tersebut. Oleh karena itu, untuk mencapai keinginan tersebut stasiun televisi yang akan saya pimpin akan bekerjasama dengan universitas atau perguruan tinggi yang akan mencetak lulusan pada bidang pertelevisian. Salah satunya adalah Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Dari kerjasama ini diharapkan saya akan dapat menyampaikan visi misi pertelevisian saya dan diterima oleh para mahasiswa dan civitas akademika. Respon yang saya harapakan tentunya diterima dan mereka bersemangat untuk bekerja di stasiun televisi yang saya pimpin.

Muatan Budaya Lokal Tinggi
Arus globalisasi sedikit banyak telah mempengaruhi pada kecintaan kita terhadap budaya sendiri. Globalisasi yang telah menciptakan dunia tanpa batasan (world without boundaries) telah meningkatkan arus lalu lintas informasi antar negara. Dimana batasan geografis seperti lautan tidak lagi menjadi penghambat. Semuanya dapat dilakukan dengan mudah. Berita yang dihasilkan oleh kantor berita Inggris dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat mancanegara melalui situs internet ataupun saluran berita dari stasiun televisi BBC itu sendiri.

Globalisasi telah menciptakan kompetisi dalam hal media massa. Dan dapat dikatakan pula bahwa media massa telah mengukuhkan perannya sebagai linkage (penyambung) di era globalisasi. Media massalah yang menghapus batasan tersebut dan inipun telah dilirik oleh bangsa-bangsa besar dunia untuk berlomba-lomba menguasai media massa. Dalam kompetisi ini bangsa kita telah kalah. Media massa kita sulit menembus pasar dunia. Namun sebaliknya, bangsa kita menjadi sasaran empuk media massa luar. Lihat saja bagaimana mudahnya kita berlangganan acara televisi kabel. Cukup dengan menghubungi TelkomVision, Indovision ataupun layanan televisi kabel lainnya kita dapat menyaksikan tayangan televisi luar negeri.

Fenomena seperti cukup berbahaya mengingat fungsi media sebagai perpindahan nilai seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Dan bukan tidak mungkin bahwa masyarakat kita akan menyerap nilai-nilai yang terselip pada acara-acara tersebut. Pengukuhan nilai-nilai yang diserap dari media tentunya akan melunturkan nilai-nilai budaya yang kita anut sebelumnya. Lihat saja bagaimana orang dengan percaya diri masuk ke kedai kopi Starbucks Coffe ataupun mengantri makanan cepat saji McDonald’s. Kemudian lihat saja nilai glamor yang telah berhasil meresap menjadi nilai-nilai yang dianut masyarakat kita telah berhasil meningkatkan nilai penjualan sepatu Nike serta parfum BOSS.

Perubahan nilai ini ditakutkan akan mengikis nilai-nilai budaya yang seharusnya kita anut. Dengan adanya serangan bertubi-tubi ini ditakutkan kita akan lupa pada budaya kita sendiri. Lihat saja bagaimana mudahnya Malaysia mengklaim batik dan angklung. Barulah setelah itu terjadi, berbondong-bondong masyarakat kita membeli batik dan pemerintah sibuk mempatenkan angklung.

Sikap reaktif seperti ini seharusnya diganti dengan preventif. Media massa seharusnya menjadi yang terdepan dalam meningkatkan kecintaaan masyarakat kita pada budaya lokal. Media massa kita harus mampu membuat masyarakat kita mau menggunakan batik ataupun lebih senang menarikan jaipong ketimbang menarikan break-dance.

Pemikiran seperti ini akan saya jadikan salah satu kebijakan stasiun televisi yang saya pimpin. Program-program yang saya tayangkan tidak hanya bersifat menghibur tetapi harus mampu mempertahakan nilai-nilai ke-Indonesia-an masyarakat kita.

News Producing 
Produksi berita merupakan hal yang akan saya perhatikan pada stasiun televisi yang saya miliki. Saat ini hampir semua stasiun televisi di Indonesia memiliki program berita –bahkan ada stasiun televisi yang mengkhususkan diri pada berita seperti Metro TV dan TV One. Penyajian berita dari masing-masing stasiun televisi pun beragam. Ada yang hanya sebatas menyampaikan berita namun ada juga yang disertai analisis mendalam mengenai tren isu yang menjadi berita.

Kebijakan yang akan saya tekankan pada program berita yang bernuansa politik. Saya tidak akan membiarkan berita yang ditayangkan memihak kepada salah satu politik. Saya tidak ingin stasiun televisi yang saya kelola menjadi kendaraan politik.

Kebijakan lain yang akan saya terapkan adalah peningkatan peran serta masyarakat dalam menghasilkan berita. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan fenomena yang terjadi di sekitar mereka serta meningkatkan citizen journalism yang merupakan salah satu amanat undang-undang penyiaran. Radio Elshinta merupakan salah satu media massa yang sudah memberikan contoh ini. Ada beberapa segmen berita yang merupakan hasil dari laporan masyarakat. Seperti berita kemacetan, banjir ataupun cuaca lebih mudah didapatkan dari laporan masyarakat. Cukup membuka line telepon ataupun SMS yang dapat menjadi pintu gerbang berita dari masyarakat untuk disiarkan.

Berita-berita yang dihasilkan juga haruslah meningkatkan kesadaran hukum masyarakat. Berita kejahatan ataupun pelanggaran hukum akan disertai paparan hukum yang dilanggar serta ajakan untuk tidak melakukan kejahatan serupa. Dengan adanya partisipasi media massa dalam meningkatkan kesadaran hukum, diharapkan angka kejahatan akan berkurang sehingga masyarakat akan hidup lebih damai tanpa saling curiga.

2 komentar: