Halaman

Kamis, 29 September 2011

Brand (Merek)


Kendati merek telah lama berperan dalam perniagaan, namun baru pada abad ke-20 berbagai diskusi mengenai merek banyak bermunculan. Merek dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting dalam pemasaran (Susanto dan Wijanarko: 2004). Merek dianggap –dan memang benar adanya- sebagai pembeda produk yang satu dengan yang lain. Berbagai riset pemasaran diselenggarakan untuk memantapkan berbagai kerangka teoritis tentang merek. Penafsiran merek yang unik telah memperkuat penggunaan berbagai atribut produk, nama, kemasan, strategi distribusi dan periklanan.
Contoh gamblang dari berharganya merek adalah pemberian lisensi. Pada tahun 1988 Sunkist menerima $ 10,3 juta dalam bentuk royalty. Bagaimana tidak, merek Sunkist banyak digunakan produk lain seperti Sunkist Fruit Gems (permen Ben Myerson), soda jeruk Sunkist (Cadburry Schweppes), minuman jus Sunkist (Lipton), Sunkist Vitamin-C (Ciba-Geigy).
Nilai suatu merek yang mapan sebanding dengan kenyataan bahwa saat ini sangat sulit menciptakan merek dibandingkan dengan beberapa dasawarsa lalu. Pertama, biaya iklan dan distribusi yang semakin tinggi. Kedua, persaingan membangun merek semakin ketat. Dipicu dengan era industri, banyak merek-merek baru bermunculan. Susanto dan Wijanarko (2004) menyatakan bahwa saat ini tidak kurang dari 3000 merek diperkenalkan di toko-toko swalayan. Saat ini sudah ada lebih dari 200 merek mobil, 150 merek kosmetik dan ratusan atau bahkan ribuan merek pakaian jadi.
Kata ataupun urgensi dari merek itu sendiri semakin lama semakin berkembang. Pada awal mula kemunculannya, merek hanya dipandang sebagai sesuatu yang melekat pada produk. Seperti minuman soda manis berwarna hitam nan menyegarkan diberi tulisan Coca-Cola dan jadilah minuman tersebut bernama Coca-Cola. Lambat laun merek tidak hanya berkutat pada permasalahan nama saja, melainkan sudah mempengaruhi objek ataupun produk tersebut. Pada masa ini, kemasan dan bentuk produk sudah mulai dipikirkan dan disesuaikan dengan merek. Kedigdayaan merek semakin terbukti tatkala merek sudah mulai berperan sebagai simbol atau citra. Ferrari melambangkan kecepatan dan kemewahan, Honda simbol sepeda motor dengan citra irit dan lain sebagainya.  
Konsistensi diperlukan agar merek menjadi spesifik dan mempunyai daya pembeda dalam benak konsumen. Melalui cara ini, pesaing tidak mempunyai kesempatan untuk menempati posisi merek tersebut dalam benak konsumen. Diferensiasi harus diutamakan pada manfaat yang dibutuhkan pelanggan, bukan hanya pada proses produksi. Seringkali perusahaan lebih mementingkan peningkatan penjualan ketimbang kepercayaan konsumen. Merek harus memberikan nilai positif kepada pelanggan dengan mempertinggi interpretasi dan pemrosesan pengambilang keputusan pembelian.
Merek didefinisikan oleh Kotler (2003) sebagai nama, simbol, tanda, atau desain atau kombinasi diantaranya, dan ditujukan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual dan untuk membedakannya dari para pesaingnya. Kamus Webster (dalam Rangkuti : 2008) adalah to mark with stencil, as a box, cask, etc. In order to give a description of the contents or the name of the manufacturer. Dari dua definisi tersebut, ada kesamaan dimensi megenai merek, yaitu sebagai identifikasi unik suatu produk. Dengan adanya merek, kita dapat membedakan satu produk dengan produk yang lain.
Kotler menambahkan bahwa suatu merek adalah suatu simbol yang komplek yang menjelaskan enam tingkatan pengertian, yaitu:
1)      Atribut produk. Merek memberikan ingatan pada atribut - atribut tertentu dari suatu produk, misalnya jika kita mendengar merek Nutrisari, tentunya kita teringat akan minuman rasa jeruk.
2)      Manfaat. Atribut - atribut  produk yang dapat diingat melalui merek harus dapat diterjemahkan dalam bentuk manfaat baik secara fungsional dan manfaat secara emosional, misalnya atribut kekuatan kemasan produk menterjemahkan manfaat secara fungsional dan atribut harga produk menterjemahkan manfaat secara emosional yang berhubungan dengan harga diri dan status.
3)      Nilai. Merek mencerminkan nilai yang dimiliki oleh produsen sebuah produk, misalnya merek Sony mencerminkan produsen elektronik yang memiliki teknologi yang canggih dan modern.
4)      Budaya. Merek mempresentasikan suatu budaya tertentu, misalnya Mercedes mempresentasikan budaya Jerman yang teratur, efisien, dan berkualitas tinggi.
5)      Kepribadian. Merek dapat diproyeksikan pada suatu kepribadian tertentu, misalnya Isuzu Panther yang diasosikan dengan kepribadian binatang panther yang kuat (mesin kuat dan tahan lama).
6)      Pengguna. Merek mengelompokkan tipe - tipe konsumen yang akan membeli atau mengkonsumsi suatu produk, misalnya Honda Jazz untuk konsumen remaja dan pemuda.
Merek merupakan hal yang sangat penting, baik dari sisi konsumen ataupun produsen. Dari sisi konsumen, keberadaan merek akan mempermudah pembelian serta jaminan kualitas produk. Untuk membeli deterjen bubuk, seorang ibu rumah tangga langsung ingat Rinso yang menurutnya juga berkualitas. Bayangkan saja jika tidak ada merek, akan sangat sulit jika kita membutuhkan suatu produk tertentu.
Dari sisi produsen, merek merupakan sarana komunikasi. Dengan adanya merek, konsumen akan mudah memasarkan produk serta memberikan janji-janji manis keunggulan produk. Merek dapat dengan mudah diketahui ketika diperlihatkan atau ditempatk di rak display.  

Selasa, 27 September 2011

Manajemen Public Relations (Chapter 2)


Mengambil Tindakan dan Berkomunikasi
Ada dua kajian utama dari proses ini, yaitu komponen aksi dan komunikasi. Komponen aksi meliputi tindakan responsif dan bertanggung jawab, mengoordinasikan aksi dan komunikasi serta tindakan sebagai respon sistem terbuka. Komponen komunikasi meliputi pengemasan pesan, semantik, simbol, rintangan dan penyebaran pesan.
Praktisi PR harus mampu mengoordinasikan keduanya. Strategi aksi dikonsentrasikan pada penyesuaian atau adaptasi di dalam organisasi. Namun, sebuah kesempatan untuk mengimplementasikan perubahan itu mensyaratkan agar pimpinan manajemen dan praktisi mendefinisikan PR sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar publisitas dan komunikasi persuasif.
Strategi aksi merupakan bagian utama dari progam tetapi hanya sebagian dari seluruh program PR yang tidak kelihatan di permukaan. Komunikasi, yang biasanya merupakan komponen yang lebih tampak, berfungsi untuk mengimplementasikan dan mendukung strategi aksi. Misalnya saja dalam pengemasan pesan. Prinsip pertama dari pengemasan isi pesan untuk komunikasi adalah mengetahui dari dekat pandangan klien atau karyawan dan situasi masalah. Prinsip kedua adalah mengetahui kebutuhan, kepentingan dan perhatian dari publik sasaran.
Praktisi PR harus membingkai pesan mereka agar menjadi pesan yang bernilai berita. Pesan juga harus dapat dipahami –tidak rumit, bebas dari jargon dan mudah ditangkap. Pesan harus mengandung topik dan bersifat lokal agar audien tertarik dengan informasi yang dekat dengan mereka.  Pesan harus saling menguntungkan sebagaimana halnya strategi aksi. Isi pesan harus disusun sedemikian rupa sehingga informasinya menjawab pertanyaan audien, merespon kepentingan dan perhatian audien.
Langkah komunikasi dalam proses PR sering kali membutuhkan upaya untuk mempengaruhi pengetahuan, opini dan tindakan kelompok yang besar dan jauh. Tingkat akselerasi penemuan, pengembangan dan penyebaran inovasi membuat komunikator harus mampu mentransfer informasi kepada orang yang membutuhkannya.

Evaluasi Program
Evaluasi adalah proses yang terus menerus dan penting. Tahap evaluasi dapat dilakukan pada level persiapan, implementasi dan dampak. Evaluasi persiapan dilakukan untuk menilai kualitas dan kecukupan pengumpulan informasi dan perencanaan strategis. Evaluasi implementasi akan mencatat kecukupan taktik dan upaya. Evaluasi dampak menyediakan umpan balik tentang konsekuensi dari program.
Kecukupan informasi latar belakang diukur dengan menitikberatkan pada beberapa hal penting seperti Apakah publik utama tidak dimasukkan dalam penentuan kelompok stakeholder? Apa asumsi tentang publik yang ternyata salah? Apakah jurnalis meminta informasi yang tidak tersedia dalam paket latar belakang? Apa krisis terakhir yang membutuhkan riset tambahan dan pengorganisasian informasi?
Evaluasi implementasi dilakukan dengan menghitung jumlah publikasi cetak, news release yang didistribusikan, berita yang ditempatkan di media, dan pembaca, pemirsa atau pendengar. Kemudahan yang dirasakan dalam menghitung jumlah kolom, siaran, pembaca, penonton, hadirin dan kesan umum barangkali merupakan alasan dibalik banyaknya penggunaan metode evaluasi pada level ini.
Evaluasi dampak mencatat seberapa jauh hasil yang dinyatakan dalam sasaran untuk masing-masing publik sasaran dan keseluruhan tujuan program telah dicapai. Penialain dampak menengah akan memonitor kemajuan ke arah sasaran dan tujuan saat program masih diimplementasikan.
Riset evaluasi dipakai untuk mempelajari apa yang terjadi dan mengapa, bukan untuk membuktikan atau melakukan sesuatu. Misalnya, satu organisasi melakukan proyek evaluasi dengan tujuan menjustifikasi pemecatan pejabat komunikasi seniornya. Dalam kasus lain, riset evaluasi dilakukan untuk menunda atau menjustifikasi keputusan atau membujuk seseorang untuk mendukung atau tidak mendukung sesuatu. Perbedaannya adalah riset evaluasi  yang sejati dilakukan untuk mendapatkan informasi secara objektif, sedangkan riset untuk penggunaan simbolik dilakukan untuk mendukung posisi yang sudah dianut atau keputusan yang sudah dibuat. Terdapat sepuluh langkah dasar dalam proses evaluasi, yaitu:
1)      Membangun kesepakatan tentang kegunaan dan tujuan evaluasi.
2)      Menjamin komitmen organisasi pada evaluasi dan susun dasar-dasar riset untuk program.
3)      Bangun consensus tentang penggunaan riset evaluasi di dalam departemen.
4)      Tulis sasaran program dalam istilah yang dapat diamati dan diukur.
5)      Pilih criteria yang paling tepat.
6)      Tentukan cara terbaik untuk mengumpulkan bukti.
7)      Buat catatan program yang lengkap.
8)      Gunakan temuan evaluasi untuk mengelola program.
9)      Laporkan hasil evaluasi kepada manajemen.
10)  Tambahkan ke pengetahuan professional.


*** Artikel Manajemen Public Relations Chapter 1 dan 2 merupakan ringkasan dari Buku Effective Public Relations karya Cutlip, Center dan Broom

Manajemen Public Relations (Chapter 1)


Dalam bentuknya yang paling maju, PR adalah bagian dari proses perubahan dan pemecahan masalah. PR dapat memposisikan diri sebagai agen perubahan pada organisasi. Ada empat langkah yang dapat ditempuh untuk memecahkan masalah PR (Cutlip, Center dan Broom : 2009) :
1)      Mendefinisikan masalah. Langkah pertama ini mencakup penyelidikan dan memantau pengetahuan, opini, sikap dan perilaku pihak-pihak yang terkait dengan, dan dipengaruhi oleh tindakan dan kebijakan organisasi. Pada dasarnya ini adalah fungsi intelijen organisasi. Fungsi ini menyediakan dasar untuk semua langkah dalam proses pemecahan masalah dengan menentukan “Apa yang terjadi saat ini?”.
2)      Perencanaan dan pemrograman. Informasi yang dikumpulkan dalam langkah pertama digunakan untuk membuat keputusan tentang publik, strategi tujuan, tindakan dan komunikasi, taktik dan sasaran. Langkah ini akan mempertimbangkan temuan dari langkah dalam membuat kebijakan dan dan program organisasi. Langkah kedua ini akan menjawab “Berdasarkan apa yang kita ketahui tentang situasi, dan apa yang harus kita lakukan atau apa yang harus kita ubah, dan apa yang harus kita katakana?”.
3)      Mengambil tindakan dan berkomunikasi. Langkah ketiga adalah mengimplementasikan progam aksi dan komunikasi yang didesain untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik dalam rangka mencapai tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini adalah “Siapa  yang harus melakukan dan menyampaikannya, dan kapan, dimana dan bagaimana caranya?”.
4)      Mengevaluasi program. Langkah terakhir dalam proses ini adalah melakukan penilaian atas persiapan, implementasi dan hasil dari program. Penyesuaian akan dilakukan sembari program diimplementasikan, dan didasarkan pada evaluasi atas umpan balik tentang bagaimana program itu berhasil atau tidak. Program akan dilanjutkan atau dihentikan setelah menjawab pertanyaan “Bagaimana keadaan kita sekarang atau seberapa baik langkah yang telah kita lakukan?”.

Mendefinisikan Masalah Public Relations
Pendefinisian masalah dimulai dengan melakukan penilaian tentang adanya sesuatu yang salah, atau sesuatu yang seharusnya berjalan dengan lebih baik. Dalam hal ini terkandung gagasan  bahwa tujuan organisasi adala menyediakan criteria untuk penilaian tersebut. Pernyataan tujuan menjadi basis untuk menentukan apakah ada masalah atau kapan sebuah masalah berpotensi muncul. Akan tetapi, setelah melakukan penilaian, proses menjadi tugas riset yang sistematis dan objektif yang dirancang untuk  mendeskripsikan secara rinci dimensi-dimensi dari masalah tersebut, faktor yang memperberat atau memperingan masalah dan publik yang terlibat atau terkena pengaruh situasi.
Metode paling ilmiah dan akurat dalam mendefinisikan masalah PR adalah dengan melakukan riset. Riset dilakukan dengan tujuan menggali informasi sebanyak mungkin melalui berbagai teknik yang dapat dilakukan. Informasi yang didapat tentunya harus dapat menggambarkan situasi yang sedang berlangsung. Namun, seringkali para praktisi PR meremehkan pentingnya riset untuk mendefinisikan masalah PR. Mereka berdalih bahwa banyak elemen dari masalah PR yang tidak dapat diukur melalui data kuantitatif.
Dari riset yang dilakukan, diharapkan munculnya data dan fakta yang akan memperkukuh argumentasi praktisi PR dalam menyusun dan menyajikan program di hadapan manajemen. Dalam konteks ini, riset adalah pengumpulan informasi secara sistematis untuk mendeskripsikan dan memahami situasi dan untuk memeriksa asumsi tentang publik dan konsekuensi PR. Ini adalah alternatif ilmiah untuk intuisi dan otoritas. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketidakpastian dalam pembuatan keputusan.
Ada dua metode riset yang dapat digunakan, yaitu metode informal dan metode formal.  Tujuan dari kedua metode ini tentunya untuk mengumpulkan informasi yang akurat dan bermanfaat. Kedua metode ini tentu memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Metode informal sangat berguna untuk uji awal riset dan strategi program dan metode formal berguna sebagai dasar perencanaan dan evaluasi program.
Beberapa contoh metode informal yang biasa dilakukan antara lain:
1)      Kontak personal. Dapat dilakukan dengan melakukan kunjungan periodik kepada beberapa persolan perusahaan, misalnya top manajemen. Metode ini memungkinkan praktisi PR menjangkau publik secara langsung. Melalui metode ini, pendekatan interpersonal sangat diutamakan. Diharapkan, dengan pendekatan ini beberapa keluhan ataupun saran dapat dilontarkan tanpa beban.
2)      Informan kunci. Pendekatan ini merupakan modifikasi dari kontak personal, yaitu dengan melakukan pengerucutan personal ke dalam beberapa informan kunci. Informasi kunci ini dipilih berdasarkan pengetahuan mereka tentang isu dan kemampuan mereka untuk mewakili pandangan orang lain.
3)      Kelompok Fokus dan Forum Komunitas. Pendekatan ini acapkali digunakan. Beberapa kelompok atau komunitas diundang untuk menghadiri suatu acara, kemudian diminta pandangan atau pendapat mengenai suatu permasalahan tertentu. diskusi merupakan agenda terpenting pada pendekatan ini.
4)      Komite dan Dewan Penasihat. Informasi dari pendekatan ini memiliki tingkat akurasi dan validitas yang cukup tinggi untuk merancang program jangka panjang. Sebaiknya pendekatan ini digunakan ketika motivasi utamanya adalah untuk mendapatkan masukan dan petunjuk secara regular dan siap untuk menindaklanjuti masukan tersebut.
5)      Saluran Telepon Bebas. Pendekatan ini sudah mulai banyak digunakan. Misalnya saja Unilever dengan nomor 0-800-1-558000. Melalui fasilitas ini, diharapkan umpan balik langsung dan keluhan publik dapat langsung diterima dan menjadi masukan untuk perencanaan program PR.
6)      Analisis surat. Cara yang cukup mudah dan murah. Pegawai PR cukup memeriksa surat masuk. Dari surat tersebut, diharapkan muncul informasi tentang apa yang disukai atau tidak disukai stakeholder.
7)      Sumber Online. Pendekatan ini muncul akibat kemajuan teknologi. Dengan pendekatan ini, pegawai PR memonitor apa yang dikatakan orang tentang organisasi mereka melalui saluran online. Misalnya saja produsen sepeda motor dapat memonitor citra produk mereka melalui beberapa website.
Beberapa contoh metode formal yang biasa dilakukan antara lain:
1)      Analisis Sekunder dan Database Online. Melakukan riset tidak selalu membutuhkan pengumpulan data sendiri. Analisis sekunder menggunakan kembali data yang telah dikumpulkan oleh orang lain, yang seringkali untuk tujuan berbeda.
2)      Analisis Isi. Merupakan suatu aplikasi sistematis untuk menentukan secara objektif apa yang dilaporkan dalam media. Kliping Koran merupakan salah satu cara termudah dari pendekatan ini.
3)      Survei. Merupakan penelitian sistematis terhadap sebagian populasi yang dikaji. Survey dilakukan dengan banyak cara, antara lain melalui surat, telepon ataupun internet.

Perencanaan dan Pemrograman
Setelah masalah PR tertuang melalui riset dan analisis, praktisi PR harus menyusun sebuah strategi untuk mengatasi masalah atau memperbesar peluang tersebut. Perencanaan meliputi pembuatan keputusan mendasar tentang apa yang akan dilakukan, dan dengan langkah apa, dalam rangka mengantisipasi masalah atau peluang. Efektivitas taktik yang digunakan dalam langkah selanjutnya akan tergantung pada perencanaan yang baik dan dilakukan dalam langkah kedua ini.
Perencanaan strategis dalam PR melibatkan pembuatan keputusan tentang tujuan dan sasaran program, mengidentifikasi publik kunci, menentukan kebijaksanaan atau aturan untuk  memandu pemilihan strategi dan menentukan strategi. Proses ini dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1)      Mendefinisikan peran dan misi. Menentukan sifat dan cakupan kerja yang akan dilakukan.
2)      Menentukan area hasil utama. Menentukan dimana tempat menginvestasikan waktu, energi dan bakat.
3)      Mengidentifikasi dan menspesifikasi indikator efektivitas. Menentukan faktor yang dapat diukur sebagai dasar penentuan sasaran.
4)      Memilih dan menentukan sasaran.
5)      Menyiapkan rencana aksi. Menentukan bagaimana mencapai sasaran spesifik
a.       Pemrograman. Menentukan urutan tindakan dalam mencapai sasaran
b.      Penjadwalan. Menentukan waktu yang diperlukan untuk langkah-langkah aksi dan sasaran
c.       Anggaran. Menentukan dan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai sasaran
d.      Menetapkan akuntabilitas. Menentukan siapa yang akan mengawasi pencapaian sasaran dan langkah aksi.
e.       Mereview dan merekonsiliasi. Mengetes dan merevisi rencana tentative, jika diperlukan sebelum melakukan aksi.
6)      Menetapkan kontrol. Memastikan pencapaian secara efektif
7)      Berkomunikasi. Menentukan komunikasi organisasi yang diperlukan untuk mencapai pemahaman dan komitmen dalam enam langkah sebelumnya.
8)      Implementasi. Memastikan kesepakatan di antara orang-orang penting tentang siapa dan apa yang dibutuhkan untuk upaya itu, pendekatan apa yang paling baik, siapa yang perlu dilibatkan dan langkah aksi apa yang perlu diambil segera.
Perencanaan program PR diawali dengan pernyataan misi organisasi agar program selaras dengan visi. Namun hal penting lain yang harus diingat, publik sasaran harus jelas. Caranya adalah dengan mendefinisikan publik sasaran. Perencana program harus meneliti publik dalam rangka menyusun sasaran, strategi dan taktik yang diperlukan untuk melaksanakan suatu program.
Pendekatan demografis dan lintas situasional untuk mendefinisikan publik biasanya memberikan pedoman minimal yang berguna untuk menyusun strategi program. Definisi yang berguna harus mendeskripsikan publik program berdasarkan bagaimana orang terlibat dalam, atau dipengaruhi oleh, situasi problem atau isu, siapa mereka itu, dimana mereka tinggal, masuk anggota organisasi mana, apa tindakan mereka yang relevan dengan situasi dan sebagainya. Definisi ini berasal dari situasi khusus yang rencananya akan diintervensi oleh PR.
Setelah publik ditetapkan, tinggal menetapkan sasaran program. Sasaran ini berguna untuk:
1)      Memberikan fokus dan arah bagi mereka yang menyusun strategi dan taktik program.
2)      Menyediakan pedoman dan motivasi bagi mereka yang ditugasi mengimplementasikan program.
3)      Menyebutkan criteria hasil yang akan dipakai untuk monitoring dan evaluasi program.
Hal lain yang harus diantisipasi oleh PR pada proses ini adalah antisipasi bencana atau krisis, penganggaran dan pembentukan pusat informasi.

Minggu, 25 September 2011

Manajemen Hubungan Industrial dan Public Relations

Pendahuluan
Definisi Public Relations (Humas) menurut British Institute of Public Relations (dalam Jefkins : 1996) adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan  dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya. Dari definisi tersebut terdapat dua point yang dapat menjadi kajian utama Public Relations, yaitu merupakan suatu proses komunikasi yang terencana serta menciptakan dan memelihara niat baik.
Saat ini terdapat salah kaprah terhadap profesi kehumasan yang sudah banyak terjadi. Banyak pihak yang terlalu merendahkan profesi humas. Kasusnya mungkin sudah sering kita lihat. Misalnya saja pada kantor-kantor pemerintahan yang mempekerjakan karyawan pada posisi humas. Namun tugas dan fungsinya hanya sebagai juru bicara. ini tentu jauh dari harapan profesi humas yang tercermin dari definisi tersebut.
Ada satu lagi salah kaprah, namun yang ini sedikit modern. Banyak perusahaan besar mempekerjakan wanita cantik, menawan, bertubuh seksi dan pandai bergaul sebagai pegawai Humas. Hal ini memang cukup beralasan, siapa yang enggan berhubungan baik dengan pegawai Public Relations seperti itu? Namun, lagi-lagi ini merendahkan profesi humas. Kepiawaian pegawai humas tidak hanya terukur pada penampilan luar. Praktisi humas harus mampu menguasai berbagai macam teknik, bentuk dan media komunikasi. Karena pada dasarnya humas merupakan keseluruhan dari aktivitas komunikasi. Seorang pegawai humas harus mampu merencanakan komunikasi melalui media, komunikasi internal, menjalin hubungan dengan pemerintah, lembaga penekan (pressure group), karyawan dan khalayak lainnya. Dengan kata lain, pegawai humas tidak hanya sebagai penjual (juru bicara) tetapi juga sebagai pembuat produk (perencana komunikasi).
Setidaknya ada empat alat yang biasa digunakan praktisi humas. Masing-masing alat ini dapat memainkan peranan yang amat penting dan vital dalam situasi tertentu. Alat-alat tersebut adalah advertising (periklanan), lobbying, press agentry dan publicity (publisitas) dengan rincian sebagai berikut (Moore : 2005):
a)      Advertising. Berbeda dengan publisitas, para ahli periklanan mengontrol isi, penermpatan dan timing dengan membayar media utnuk mendapatkan waktu dan ruang penempatan iklannya. Meskipun publisitas dan periklanan adalah komunikasi melalui media, periklanan mempunyai kontrol atas isi dan penempatan.
b)      Lobbying. Usaha untuk mempengaruhi pemberian suara para pembuat undang-undang. Ini merupakan langkah PR yang masih menuai banyak kontroversi karena dipandang sebagai usaha memanipulasi pemerintah demi kepentingan sendiri. Namun upaya lobbying ini dapat diperhalus dengan menggerakkan massa untuk memengaruhi suatu kasus, yang sering disebut dengan lobi akar rumput.
c)      Press agentry. Promosi tentang seseorang atau organisasi dengan  mencapai publisitas yang menyenangkan pada media.
d)     Publicity. Merupakan informasi yang disediakan oleh sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu memiliki nilai berita. Metode penempatan pesan di media ini adalah metode yang tidak terkendali. Hal ini dikarenakan oleh sumber informasi yang tidak memberi bayaran kepada media untuk pemuatan informasi tersebut.
Ruang lingkup profesi humas tidak akan jauh dari citra, karena inilah yang dikomunikasikan oleh pegawai humas. Citra adalah bagaimana pihak lain memandang sebuah perusahaan, seseorang, komite, atau suatu aktivitas. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak jumlah orang yang memandangnya. Berbagai citra perusahaan datang dari pelanggan aktif, pelanggan potensial, banker, staf perusahaan, pesaing, distributor, pemasok, asosiasi dagang, dan gerakan pelanggan di sektor perdagangan yang mempunyai pandangan terhadap perusahaan (Katz dalam Ardianto : 2008).

Komunikasi Humas
Definisi komunikasi telah berkembang sangat pesat dan memiliki banyak sudut pandang. Dalam istilah yang sederhana, komunikasi adalah proses penyampaian dan pengertian antar individu. Semua masyarakat manusia dilandasi kapasitas manusia untuk menyampaikan maksud, hasrat, perasaan, pengetahuan dan pengalaman dari orang yang satu kepada orang lainnya. Komunikasi menunjukkan suatu proses khas yang memungkinkan interaksi antarmanusia dan menyebabkan individu-individu menjadi makhluk sosial.
Komunikasi humas merupakan suatu proses yang mencakup suatu pertukaran fakta, pandangan, dan gagasan di antara suatu bisnis atau organisasi tanpa laba dengan publiknya untuk mencapai saling pengertian. Ada tiga butir penting yang perlu dipertimbangkan : pertama, komunikasi harus melibatkan dua orang atau lebih. Kedua, komunikasi merupakan pertukaran informasi yang bersifat dua arah. Dan ketiga, mengandung pemahaman.
Sebuah pengumuman yang dipasang di papan pengumuman bukan merupakan komunikasi. Bila pengumuman tadi telah dibaca, dimengerti dan ditanggapi maka pengumuman tersebut merupakan komunikasi. Komunikasi dikatakan efektif jika suatu gagasan dapat berpindah dari benak seseorang ke benak orang lainnya.
Moore (2005) membagi jenis komunikasi humas kedalam dua jenis, yaitu komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal menunjukkan adanya pertukaran informasi antara manajemen organisasi dengan publik internalnya –yaitu para karyawan. Komunikasi ekternal adalah pertukaran informasi antara manajemen dengan publik eksternal –yaitu pelanggan, masyarakat sekitar, pemasok, pengedar, lembaga pemerintah, dan lain-lain.

Pembinaan Hubungan Baik dengan Karyawan
Moore (2005) menyatakan bahwa landasan bagi hubungan karyawan yang baik adalah sebagai berikut:
1)      Memberikan pekerjaan yang teratur,
2)      Kondisi pekerjaan yang baik,
3)      Upah memadai,
4)      Kesempatan memperoleh kemajuan,
5)      Penghargaan terhadap prestasi,
6)      Pengawasan yang baik,
7)      Kesempatan mengemukakan pendapat.
Landasan-landasan tersebut dapat ditempuh dengan sistem manajemen terbuka (open management). Dengan sistem manajemen terbuka, arus lalu lintas komunikasi antara karyawan dengan pimpinan akan lebih padat dan lancar. Pihak pimpinan tidak boleh lagi memandang karyawan sebagai mesin/robot yang hanya cukup dengan perintah, tapi juga harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki kehendak, kepuasan kerja, keluhan dan lain-lain.
Ruslan (2006) menyatakan bahwa hubungan kepegawaian (employee relations) tidak dilihat dalam pengertian yang sempit, yaitu sama dengan hubungan industrial yang hanya menekankan pada proses “produksi” dan upah. Hubungan tersebut lebih dipengaruhi oleh hubungan komunikasi internal antara karyawan dengan karyawan, dan hubungan antara karyawan dengan manajemen.
Dengan diberlakukannya manajemen terbuka, produktivitas perusahaan akan meningkat –secara kualitas ataupun kuantitas. Pencapaian produktivitas itu bukan hanya merupakan hasil kerja keras dari pihak pekerjanya, tetapi juga berkaitan dengan hasil motivasi dan prestasi para pekerja yang bersedia dengan penuh semangat, memiliki kebanggaan, berdisiplin tinggi serta mampu mencapai pencapaian kerja yang efektif dan efisien.
Menurut Alvie Smith (dalam Cutlip, Center dan Broom : 2009) ada dua faktor yang mempengaruhi komunikasi internal dengan karyawan dan menambah rasa hormat manajemen terhadap salah satu fungsi humas:
1)      Manfaat dari pemahaman, teamwork, dan komitmen karyawan dalam mencapai hasil yang diinginkan. Aspek positif perilaku karyawan ini sangat dipengaruhi oleh komunikasi internal yang efektif di seluruh organisasi.
2)      Kebutuhan untuk membangun jaringan komunikasi manajer yang kuat, yang membuat setiap supervisor di semua level dapat melakukan komunikasi secara efektif dengan karyawannya. Kebutuhan ini lebih dari sekadar menciptakan informasi yang berhubungan dengan pekerjaan tetapi juga harus memuat informasi bisnis dan isu publik yang mempengaruhi organisasi secara keseluruhan.
Bentuk komunikasi dua arah yang terjalin secara efektif dipercaya dapat membebaskan karyawan untuk menyampaikan keinginan, kebutuhan serta keluhan. Dan komunikasi dua arah pun dapat menjadi saluran yang tepat bagi perusahaan untuk menyampaikan visi, misi dan beberapa kebijakan. Dengan cara ini maka kebutuhan karyawan dan kebutuhan manajemen akan menemukan titik terang demi efesiensi dan pencapaian tujuan organisasi.

Komunikasi Internal : Media Pembinaan Hubungan Baik dengan Karyawan
Seperti yang sudah saya jelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa industrial peace dapat dicapai dengan pembinaan hubungan baik antara pimpinan dengan karyawan,  yaitu dengan pemberlakuan manajemen terbuka. Komunikasi internal perusahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu komunikasi dari manajemen kepada karyawan dan komunikasi karyawan kepada manajemen.
Komunikasi internal bentuk pertama dapat berupa pidato, sistem informasi melalui sms ataupun internet, rapat manajemen-karyawan, program televisi internal, majalah karyawan, papan pengumuman dan berbagai bentuk lainnya. Masing-masing tentu memiliki kelebihan dan kekurangan. Bentuk komunikasi lisan –pidato, rapat- lebih efektif untuk menyampaikan informasi yang cepat basi dan komunikasi cetak untuk menyampaikan informasi yang lebih komplek dan padat –seperti penyebaran budaya organisasi-.
Komunikasi dari karyawan kepada manajemen dapat berupa penelitian sikap karyawan, keluhan karyawan, partisipasi karyawan dalam acara-acara perusahaan ataupun percakapan informal dengan pengawas/pimpinan. Suatu kebijaksanaan manajemen terbuka memberi kesempatan kepada karyawan  untuk membicarakan kebijaksanaan  dan pelaksanaan perusahaan dengan manajemen. Keinginan dari sebagian pengawas/pimpinan untuk mendengarkan karyawan akan meningkatkan komunikasi dan pengertian.
Bentuk komunikasi yang dijalankan tentunya akan beragama pada setiap organisasi. Hal ini bergantung pada budaya organisasi tersebut. Bagi organisasi yang biasa menjalankan kegiatan operasionalnya dengan manajemen tertutup tentu harus merubah secara radikal budaya tersebut. Dan perubahan ini tentu bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan.
Budaya organisasi merupakan hal yang membedakan antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi mendefinisikan nilai dan norma  yang dipakai oleh pembuat  keputusan di dalam organiasi. Pandangan dan budaya organisasi mendefinisikan rentang tanggapan yang tersedia dalam situasi isu tertentu. meskipun seringkali tidak dibicarakan, budaya organisasi sangat mempengaruhi bagaimana perilaku didefinisikan dalam organisasi.


DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro. 2008. Dasar-dasar Public Relations. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Jefkins, Frank. 1996. Public Relations : Edisi Keempat. Bandung : Penerbit Erlangga.
Moore, Frazier. 2005. Humas : Membangun Citra dengan Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2006. Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi : Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Cutlip, Center dan Broom. 2009. Effective Public Relations. Jakarta : Prenada Media Grup.